Ketika bibir dan hidungnya menyentuh punggung kaki yang cokelat keriput itu, ia merasakan air matanya menetes. Membasahi permukaan kulit yang kisut. Terguling dari tonjolan otot menuju lingir telapak kaki, sebagian ke sela jemari.
“Aku tahu, bukan kamu yang membunuhnya,” bisik serak seorang perempuan tua, yang kedua mata-kaki kanan dan kirinya sedang ia dekap.
Entah siapa yang memberi kabar indah itu ke telinga yang mungkin tak sepenuhnya berfungsi. Atau ada yang langsung membisikkan ke ceruk hatinya? Membuat lelaki itu teringat perjalanan yang sesungguhnya tak panjang, namun dirasakan sangat berlarut-larut. Semata oleh pikiran yang kalang-kabut.